Tuesday, October 30, 2012

Where to go



Malam minggu ini kumpul di rumah ajoy
Malam minggu kemarin juga di rumah ajoy
Malam minggu kemarinnya lagi juga di rumah ajoy
Malam minggu kemarinnya lagi juga di rumah ajoy
Entah empunya rumah setuju atau tidak, anak2 si bilang rumah itu ‘markas’,
Sepertinya malam minggu besok, berikutnya, dan berikutnya juga di rumah ajoy
Maen PES atau main poker atau nonton film download-an terbaru

Bosen juga ya..

Akhirnya kami pergi ke puncak, tempatnya adem, nyaman, bisa me-refresh diri setelah kegiatan masing2  selama seminggu.
Diluar dugaan jalur puncak macet gila.
Reflek tangan gua membanting stir merubah tujuan ke arah bogor, belum jelas tempat yang akan dituju, yang jelas kami harus menjauh dari macet, di jakarta udah banyak.
Setelah sarapan ketoprak di kaki lima, akhirnya muncul satu destinasi alternatif, yaitu Gunung bunder.

Aplikasi GPS yang ada di smartphone sangat membantu perjalanan ini. Melewati jalan kampung yang sempit, jalan yang kebanyakan orang mengira itu adalah jalan buntu, tapi GPS berkata lain.

Bagi yang belum tau, lokasi Gunung bunder ga jauh dari jakarta kok, gak kalah sejuk dengan puncak, justru lebih sepi, cocok buat santai2 di akhir pekan, Cuma emang lokasinya agak gelap, jadi terkesan lebih mistis. kalo mau shooting tentang orang tersesat di hutan atau juga horor2 lainnya, tempat ini cocok banget. Hha..












Wednesday, October 17, 2012

Culture Painting


Pameran seni lukis bertempat di Galeri Nasional, Jakarta
Bob sick - I am a living legend







Wood Art


Pameran seni bertempat di Galeri Nasional, Jakarta







12 Misscall

Dangerously Beautiful Expedition # 9


Kau tahu bagaimana indahnya pepasir di Bromo, bertiup membawa butiran pasir, membuat jarak pandang menjadi pendek, bahkan sulit untuk membuka mata di tengah terjangan pepasir yang beterbangan tersebut. Gunung Bromo dipagari oleh pegunungan tinggi yang mengelilinginya, membuat pepasir tersebut tidak keluar dari lokasi tersebut, desain yang sangat sempurna.

Dari satu gunung yang sangat dingin, turun ke satu kawah, kemudian membelah lautan pasir yang terik, lalu naik ke gunung yang hijau, kemudian turun lagi melewati perkampungan setempat, banyak sekali pemandangan indah tersaji.








Namun, begadang semalaman, menembus cuaca yang ekstrim, perjalanan jauh yang melelahkan, membuat kondisi fisik gw melemah, membuat semua terlihat tidak begitu menarik lagi. 

1-2-3-4 kali gw tertidur di atas motor yang dikendarai qays, untung aja cara bawa motornya dia yang sableng bikin mata gw terus sigap sampai akhirnya perjalanan berakhir di kosan qays pada siang hari. Hal pertama yang kami cari adalah makanan, mandi (sebagian ga mandi), dan tidur pastinya.

Jam 8 malem gw terbangun, mencoba menggapai handphone yang tergeletak di atas meja komputer, mencoba mencari tahu kabar baik apa yang datang setelah tidur seharian, tiba2 jantung mulai berdebar kencang, kencang sekali dan menggelisahkan, ada 12 misscall dari 1 orang yang sama, 8 sms juga dari orang yang sama. Sepertinya ini bukan kabar baik, gelisah tanpa pikir panjang, tanpa melihat apa isi dari 8 sms itu, gw langsung menelpon orang tsb. Dia adalah rekan kerja gw, gw terikat order dengan salah satu perusahaan, ternyata rekan gw tersebut udah kewalahan karena gw tinggal sendirian kurang lebih 2 minggu.

12 misscall yang mengakhiri perjalanan gw keliling jawa

Malam itu menjadi malam terakhir gw di malang, ditutup dengan makan nasi telor bertabur bumbu batagor, dan kembali tidur.

Keesokan pagi gw menyibukan diri untuk mencari tiket pulang dan menghabiskan sisa waktu yang ada untuk menikmati keindahan malang dari ketinggian.









Perjalanan panjang ini memberikan banyak pelajaran buat gw, gw belajar tentang keramahan, menghormati adat istiadat setempat, kepedulian, kesabaran, keberanian, kemandirian, sampe ke lobi2. 

Banyak hal yang sangat berkesan dan bermanfaat bagi gw, tapi belum tentu bagi sebagian orang, karena memang belum pernah mengalaminya sendiri atau bahkan memiliki cara pandang yang memang berbeda. Oleh karena itu gw gak bisa menyimpulkan seluruh cerita ini, lakukan perjalanan kalian sendiri, maka pemahaman itu kelak akan datang sendiri.

The World is a book, and those who do not travel read only a page
_Saint Augustine






Friday, October 12, 2012

Road to Puncak

Dangerously Beautiful Expedition # 8




Sepulang dari jembatan tua, setelah beramah tamah dengan alam dan nenek misterius, kami berdua pergi ke kosan qays. Mempersiapkan barang perlengkapan yang akan dibawa untuk perjalanan malam ke puncak pananjakan, melihat lihat matahari terbit dipagi hari, pemandangan bromo dan kepulan asap yang keluar dari puncak mahameru. 

Jam 5 sore ketika matahari perlahan terbenam, sedikit demi sedikit meredupkan sinar cahayanya yang menghangatkan, berganti dengan dingin yang perlahan menguasai suhu malam, kami semua berkumpul di rumah bukde zein. Perjalanan akan lebih ramai dari yang diperkirakan karena ada 1 orang sepupu zein yang juga turut serta dalam perjalanan malam ini, sebut saja namanya andy.

Setelah solat isya kami berempat berangkat dengan formasi 4 orang - 3 motor. gw dan qays berboncengan karena tubuh kami paling efisien diantara yang lainnya. hha..

Melewati jalan yang kebanyakan orang waras tidak akan melewatinya sendirian dimalam hari. Maklum penunjuk jalan kami memang sedikit kurang waras (qays). Ketika memasuki kawasan hutan pencahayaan sangat minim, hanya ada cahaya bulan dan bintang (ini serius bukan berlagak romantis). Ketika lampu motor dimatikan yang bisa dilihat hanyalah bintang2 dan bulan di atas sana. Penduduk bromo dan sekitarnya mayoritas hindu, jadi sering terlihat sosok yang mengagetkan di setiap pojokan jalan, yang ternyata bangunan seperti tiang setinggi pria dewasa untuk meletakan sesajen.

Di musim kemarau ini cuaca menjadi sangat ekstrim. Disiang hari matahari terasa membakar kulit, panas sekali, dimalam hari cuaca menjadi sangat dingin menusuk daging menembus tulang. Tidak berlebihan, emang begitu hukum alamnya. 3 lapis baju kaos dan 1 lapis jaket motor, 2 lapis celana pendek, 1 lapis celana panjang, 1 lapis sarung tangan, terlalu lemah untuk menahan terpaan angin dingin ketika kami menerobos gelap di tengah hutan dengan motor yang sedari awal sudah batuk2.

Di tengah perjalan rombongan kami sempat sedikit terhambat, 1 jam kami terbuang dalam diam, diam yang akan membawa dingin lebih kuat. Segerombolan pemuda lokal (local boy) mencegat perjalanan kami dengan dalih ada peraturan baru yang melarang pengunjung naik pada malam hari, saat itu masih jam 11 malam, dan kami diharuskan menunggu hingga jam 3 pagi menjelang. Kami yang gak bodoh2 banget tau persis pemberhentian ini ilegal, karena memang ada pos pemberhentian resmi yang lokasinya dekat dengan puncak pananjakan, bukan di tengah kesunyian ini. Pasti menjengkelkan memang, ditempat yang sepi, gak ada warung, dengan cuaca yang ekstrim, dengan dalih yang sangat terlihat dibuat-buat.

Lima menit kami menunggu ternyata semakin jelas ini dalih yang dibuat-buat. Mereka menyarankan kami membayar salah satu dari mereka untuk mengantar hingga ke pos. Saya sarankan jangan pernah menggunakan kekerasan dengan local boy, karena mereka pasti akan lebih keras dari kita yang hanya pendatang di kampung mereka. Gw dan qays melakukan lobi macam orang2 di DPR sana. Datang menghampiri mereka, duduk bareng menghadap api unggun, sok akrab ngobrol santai layaknya temen deket. Kami berdua berhasil membawa suasana menjadi lebih ramah dan santai. 20 menit kami sok akrab dengan mereka, ajaibnya entah kenapa mereka akhirnya memberi kami izin untuk meneruskan perjalanan. Ajaib sekali lobi-lobi ini, pantas saja orang2 di DPR sana senang dengan lobi2, bisa membuat sesuatu yang awalnya sulit menjadi gampang segampang gampangnya. Semua masih bisa dibicarakan.

Tanpa memberikan uang sepeserpun kami diperbolehkan melanjutkan perjalanan hingga ke pos pemberhentian sebenarnya. Jam 12 kami sampai di pos yang memang layak untuk menjadi tempat menunggu, ada warung yang menyediakan makanan dan minuman hangat. Ada WC yang keberadaannya sangat vital, tempat parkir yang luas. Kedatangan kami terlalu pagi, tempat ini masih sepi pengunjung, hanya didominasi oleh penduduk lokal yang sibuk menawarkan barang dagangan. Ternyata mereka juga menjual sarung tangan, kupluk, sarung, dan menyewakan jaket. Lumayan bagi kalian yang lupa membawa perlengkapan penahan dingin. Pos ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya orang2 yang akan naik ke puncak pananjakan, mengunggu jam 3 datang ketika orang2 diperbolehkan melanjutkan perjalanan ke puncak.

Duduk tanpa ada kegiatan membuat tubuh rentan dengan serangan dingin, gw memakai 1 lapis lagi jaket cadangan yang sudah disiapkan di tas andy dan mulai melakukan aktifitas yang membuat tubuh berkeringat. Push up, lompat2, jalan mondar-mandir kayak orang ronda, tapi keringat ga keluar juga. Parahnya si qays bisa tidur nyenyak di atas jok motor, dan si zein tidur di atas matras yang digelar disembarang tempat, si andy ga bisa tidur tapi sepertinya dia tenang2 aja bersahabat dengan dingin duduk di warung. Mungkin ada hubungannya dengan tubuh gw yang efisien.

1-2 jam berlalu ramai orang berdatangan, ada yang datang konvoy menggunakan motor, ada juga yang mencarter travel, ada juga yang datang dengan mobil pribadi. Gw sempet ngobrol dengan local boy di pos ini, dia lebih ramah dibanding local boy di bawah tadi. Namanya basir bromo, dia pemilik hotel melati disekitar pos, hotel yang biasanya digunakan para pengunjung untuk berlindung dari dingin hingga perlintasan pos dibuka.

Lama di tunggu akhirnya jam 3 datang juga, pintu perlintasan di pos mulai dibuka, kami yang pertama melewati perlintasan tersebut ketika orang2 masih bersiap untuk melanjutkan perjalanan.

Setelah melewati pos ini perjalanan tidak terlalu menegangkan, kami sudah terbiasa dengan kemunculan sosok batu yang digunakan warga lokal untuk meletakan sesajen, dan juga dari jauh terlihat lampu2 motor dan mobil yang muncul-menghilang ditengah pepohonan.

Kami juga yang pertama kali sampai di puncak pananjakan, belum ada orang, terlalu pagi untuk melihat matahari terbit. Sabar kami menunggu lama kelamaan matahari memperlihatkan sinarnya yang anggun. Cahaya menghias langit di atas awan berwarna oren bergradasi dengan biru, menghasilkan warna kuning di tengahnya. Pengunjung semakin ramai dan terus memadati puncak pananjakan seiring dengan terbitnya matahari.


























.

Popular Posts